Di setiap kantor pasti ada satu orang yang bikin kita ngangkat alis. Kerjanya yaaa… standar. Sering salah, sering miss deadline, sering bingung sendiri. Tapi gak tau kenapa, malah awet, posisinya aman terus, bahkan naik jabatan. Sementara warga yang kerjanya kayak kipas angin yang muter terus setiap hari, tetep aja gitu-gitu aja. Fenomena ini bukan urban legend kantor. Bukan juga karena perusahaan suka cari masalah. Tapi karena lingkungan kerja itu lebih kompleks dari sekadar skill siapa yang paling jago. Kok bisa?
Karena Mereka Punya Social Capital
Aset yang gak kelihatan tapi sangat berpengaruh. Ini aset yang bentuknya bukan angka, tapi skill gimana seseorang bisa disukai, gampang diajak kerja bareng, bikin suasana kantor jadi adem, dan punya relasi kuat di berbagai divisi. Kadang perusahaan mempertahankan seseorang bukan karena performa teknisnya paling kinclong, tapi karena kehadirannya bikin tim berjalan stabil. Dalam banyak kasus, orang kayak gini lebih gampang dikasih tanggung jawab. Karena manajemen tau, orang tersebut bakal meminimalisir konflik dan jaga keharmonisan tim. Nah, relasi interpersonal ini emang ngasih pengaruh signifikan terhadap kenaikan karier, bahkan pas performa teknis bukan yang terbaik. Istilahnya mah, skill bisa dilatih. Tapi orang yang bikin kantor adem, barang langka, Pak.
Karena Mereka Jago Mengelola Kesan
Ibaratnya kerja 6, presentasi 9. Ada orang yang kerjanya biasa aja, tapi kalau briefing ke atasan, bahasanya rapi, progresnya terdengar keren, dan tiap hal kecil bisa disusun jadi milestone. Ini namanya impression management. Bukan pencitraan murahan, tapi kemampuan baca momen dan menyampaikan informasi dengan cara ningkatin persepsi kompetensi. Nah, biasanya orang yang jago moles kesan lebih sering dianggap kompeten, meskipun gak selalu punya performa teknis terbaik. Contoh kasus di kantor, ada orang yang cuma berkontribusi 30%, tapi di meeting nunjukin progres, bahas risiko, dan kasih timeline jelas, bisa terlihat lebih “bergerak” dibanding orang yang kerja 120% tapi diam aja.
Karena Mereka Punya Informasi dan Posisi yang Sulit Diganti
Mereka yang pegang kunci gudang informasi, tahu sejarah perusahaan, timeline lama, SOP jadul, atau akses yang cuma dia yang bisa pakai, sering dianggap valuable meski performanya biasa saja. Ini dinamain positional advantage. Orang yang ada di titik penting jaringan informasi punya nilai organisasi yang besar, meski kontribusinya gak selalu terlihat.
Karena Perusahaan Nilai Loyalitas dan Stabilitas Lebih Tinggi dari Kinerja Teknis
Gak semua perusahaan ngutamain kinerja aja. Banyak perusahaan yang lebih butuh karyawan stabil, gampang diarahkan, minim drama, dan setia bertahun-tahun. Kadang yang kayak gini lebih berharga daripada karyawan berbakat tapi sering bentrok, terlalu ideologis, atau gak bisa bekerja dalam tim.
Bapak Kehilangan Waktu 24 Jam Kalo Ngerasa Sibuk Tapi Gak Ada Kerjaan yang Beres
Karena Mereka Dekat dengan Orang yang Punya Power
Bukan nepotisme, tapi human nature. Manusia pan makhluk emosional. Atasan sering kasih kepercayaan lebih pada orang yang sering dia lihat, diajak ngobrol, makan bareng, atau sering ada di ruang diskusi. Dekat, dipercaya, terus dapat peluang. Hubungan emosional antara atasan sama bawahan biasanya lebih berpengaruh ke peluang karier dibanding performa teknis.
Karena Mereka Kerja Strategis, Bukan Teknis
Beberapa orang kelihatannya santai, tapi mereka punya kemampuan memetakan risiko, bangun arah, lihat tren ke depan, dan buat keputusan besar. Kerja strategis itu jarang kelihatan sama rekan sekerja, tapi sangat kelihatan oleh manajemen. Bisa aja dia keliatan santai, tapi otaknya lari dua kilometer ke depan.
Karena Kinerja Kita Bagus, Tapi Kita Gak Tahu Cara Menunjukkannya
Banyak orang mikir, “Kalau kerja bagus, pasti kelihatan.” Sayangnya, gak selalu begitu. Atasan tuh sibuk, kalau kita gak mengkomunikasikan progres, pencapaian kita tenggelam gitu aja sama huru-hara kerjaan kantor. Visibilitas ini adalah prediktor kuat dalam perkembangan karier. Yang kerja bagus tapi diam aja sering kalah sama yang kerja biasa tapi rajin laporan.
Karena Mereka Tahu Cara Bertahan Lebih Baik daripada Cara Kerja
Survival skill itu skill juga. Ada orang yang fleksibel, cepat menghindari konflik, cepat adaptasi, tahu kapan harus mundur, tahu kapan harus maju, dan bisa baca ritme kantor. Skill yang jarang dibahas tapi sangat menentukan umur seseorang di perusahaan. Dia emang bukan yang paling jago, tapi paling fleksibel.
Karena Lingkungan Kerja Kadang Gak Objektif
Gak semua kantor punya sistem penilaian yang sempurna. Kadang faktor subjektif sangat besar, kayak siapa paling dekat, siapa paling sering bantu, siapa paling stabil, atau siapa yang paling menyenangkan. Ini bukan kesalahan siapa-siapa, emang udah sifat manusia aja.
Cara Ngebangun Reputasi di Tempat Kerja Tanpa Harus Cari Muka
Jadi gimana nasib kita yang kerjanya serius? Tenang, Pak. Pesan moralnya bukan bikin bapak jadi sinis. Justru ini pengingat kalo kerja bagus itu pondas. Tapi karier bukan cuma soal kemampuan, perlu juga relasi, komunikasi, dan strategi. Kalau bapak mau naik, harus main di dua-duanya. Bukan cuma kerja keras, tapi kerja cerdas, misal bikin progres terlihat, rajin sounding, menjalin relasi, paham dinamika kantor, dan konsisten jaga perilaku. Di kantor, kemampuan teknis itu penting. Tapi yang sering menentukan masa depan justru yang gak kelihatan ada hubungan, kepercayaan, stabilitas, dan kemampuan memoles diri.
