Apakah Laki-Laki Boleh Pakai Kebaya? Begini Perspektif Budaya dan Sosialnya!

Bacaan 3 menit

Akhir-akhir ini media sosial lagi ramai ngomongin fenomena laki-laki yang pake kebaya di acara-acara penting kayak wisuda. Ada yang bilang itu bentuk ekspresi seni, ada yang marah karena dianggap melanggar adat, ada juga yang bingung sampe mana batesan tradisi dan kebebasan berekspresi hadir. Tapi sebelum buru-buru nge-judge, kita coba ulik bareng-bareng yuk. Soalnya kalau dibuka dari sisi sejarah dan sosial, ceritanya ternyata lebih dalam daripada sekadar “boleh atau nggak boleh”.

Secara budaya, kebaya memang lahir buat perempuan

Kalau kita lihat sejarahnya, kebaya muncul di Nusantara sekitar abad ke-15–16, dipengaruhi budaya Arab dan Portugis. Awalnya, kebaya itu busana luar buat perempuan bangsawan, simbol kelembutan, kehormatan, dan keanggunan. Desainnya ngikutin anatomi tubuh perempuan, lembut di bahu, pinggang, dan dada. Jadi sejak awal, fungsi sosial kebaya memang buat ngegambarin feminitas. Sementara laki-laki zaman dulu punya busana khas sendiri, kayak beskap, surjan, jas tutup, atau batik.

Pilihan Motif Batik Pernikahan yang Elegan dan Sarat Doa Baik

Identitas gender pas berbusana ini berlaku di kebaya. Contohnya, Suciati (2015) ngangkat nilai feminitas di busana kebaya Ibu Negara Indonesia di mana kebaya jadi bentuk kepribadian perempuan Indonesia yang ngejunjung tinggi nilai kodrati perempuan yaitu menstruasi, mengandung, melahirkan dan menyusui. Menurut Bu Suciati, model dan detail busana kebaya seharusnya ngelindungin badan perempuan dan ngasih sikap keibuan dan kesederhanaan perempuan Indonesia pas berbusana. Kalau secara umum, perempuan yang pake kebaya dipasangin sama kain lilit sebagai bawahan memang maksa perempuan buat bersikap gak ‘grasa-grusu’, nuntut perempuan buat jadi ‘feminin’ yang sopan dan anggun (Gandhi, 2017). Jadi kalau ditanya kenapa laki-laki nggak pakai kebaya, jawabannya sederhana, karena secara historis, kebaya memang dibuat untuk perempuan.

Apakah Laki-Laki Boleh Pakai Kebaya? Begini Perspektif Budaya dan Sosialnya!

Secara sosial, gak ada larangan tertulis

Nah, ini penting. Di Indonesia gak ada undang-undang atau aturan adat universal yang melarang laki-laki pakai kebaya. Yang ada hanyalah norma sosial dan rasa kepantasan yang dibangun dari kebiasaan turun-temurun. Artinya, kalau ada laki-laki yang pake kebaya, dia emang nabrak norma kultural, tapi belum tentu melanggar hukum atau adat secara formal. Tapi pan, masyarakat kita masih mandang pakaian sebagai identitas gender yang sakral. Padahal, di dunia fashion modern, pakaian bisa jadi medium ekspresi, kritik sosial, bahkan karya seni. 

Di era modern, batas antara “pakaian gender” mulai cair

Fashion sekarang gak lagi kaku kayak dulu. Banyak desainer yang mulai campur elemen maskulin dan feminin, termasuk dalam kebaya. Misalnya, ada desainer yang bikin kebaya versi unisex, dengan potongan simpel, tanpa renda atau payet, dan bisa dipake sama siapa pun. Ada juga seniman yang pake kebaya buat nyampein pesan sosial, kalau busana tradisional bisa melampaui batas gender dan tetap bermakna. Jadi kalau ditanya boleh apa kagak, jawabannya tergantung niat dan konteksnya. Kalau tujuannya menghormati budaya dan dijalanin dengan niat ekspresif, bukan provokatif, ya gak masalah. Tapi kalau dipakai buat lelucon, olok-olok, atau sengaja mancing kontroversi, di situlah batas etika dilanggar.

Menghormati tradisi gak sama kayak menutup diri dari perubahan

Indonesia punya ribuan budaya, masing-masing dengan nilai dan simbol sendiri. Tradisi perlu dijaga, tapi juga bisa beradaptasi. Masalah muncul bukan karena laki-laki pakai kebaya, tapi karena masyarakat belum terbiasa ngeliat tafsir baru atas simbol lama. Padahal, budaya yang sehat pan bukan yang beku, tapi yang bisa nyesuain sama zaman tanpa kehilangan jati diri. Tapi perlu diinget juga, perubahan yang dibentuk bukan buat ngerusak tradisi atau melecehkan budaya yang udah ada yak.

Apakah Laki-Laki Boleh Pakai Kebaya? Begini Perspektif Budaya dan Sosialnya!

Jadi, boleh atau kagak?

Jawaban akhirnya, secara hukum sih boleh-boleh aja, tapi secara sosial tergantung konteksnya. Nah, kalau dari segi budaya sendiri, selama masih menghormati nilai dan maknanya, kenapa enggak? Pan pada akhirnya, pakaian cuma kain sama jahitan, yang jadi perdebatan karena makna yang emang udah melekat dari zaman dulu.

Inilah Alasan Kenapa Orang Keturunan Tionghoa Kebanyakan Lebih Kaya Daripada Orang Asli Indonesia

Mungkin, sebelum menilai, kita bisa belajar sedikit, kadang yang kita anggap beda bukan buat dilawan, tapi buat diingetin lagi kalau budaya kita luas bener, dan setiap budaya punya sejarahnya masing-masing yang perlu juga dihormatin. Kalau menurut warga, gimana?

Ditulis oleh:
Atun Gorgom
Bacaan 3 menit
Dilihat :
705

Bagikan Artikel Ini

Artikel Terkait