Train Station Theory, Cara Dewasa Memandang Kehilangan dan Perpisahan

Bacaan 3 menit

Ada fase dimana apa yang terjadi di hidup, baru kita pahami dan ngarti maknanya pas udah dewasa. Bukan pas masih kuliah, bukan juga pas baru kerja, tapi pas pelan-pelan kita sadar, kok orang di hidup kita makin sedikit ya? Teman nongkrong yang dulu tiap malam ada, sekarang cuma muncul di story. Sahabat kantor yang dulu lembur bareng, sekarang cuma ada di list kontak hp. Bahkan orang yang pernah kita pikir kayaknya bakal selamanya, ternyata turun di stasiun yang beda. Di titik inilah, banyak orang mulai kenal sama satu konsep yang namanya Train Station Theory.

Bayangin hidup kita kayak perjalanan naik kereta jarak jauh. Kita naik dari satu stasiun, dengan tas yang isinya mimpi, rencana, dan harapan. Di gerbong yang sama, ada orang-orang yang ikut naik, ada yang duduk di samping kita, ada yang ngobrol akrab, ada juga yang cuma numpang lewat doang. Awalnya kita pikir, “Wah, kayaknya kita bakal bareng terus nih.” Padahal, kereta ini punya banyak stasiun dan gak semua penumpang punya tujuan akhir yang sama kayak kita.

Train Station Theory

Train Station Theory ngajarin satu hal yang cukup berat diterima tapi penting buat dipahami, yaitu gak semua orang datang ke hidup kita buat tinggal lama. Ada yang datang cuma buat satu fase, ada yang hadir buat ngajarin satu pelajaran, ada juga yang muncul pas kita lagi jatuh, lalu pergi setelah kita bisa berdiri sendiri. Dan itu bukan berarti mereka jahat, bukan juga berarti kita gagal mempertahankan. Kadang memang tugas mereka cuma sejauh itu. Kayak penumpang kereta yang turun di stasiun tertentu, bukan karena kita salah duduk, tapi karena memang di situlah tujuan mereka.

Walopun begitu, pasti ada aja rasa kecewa di hati, pan? Nah ini karena kita sering salah ekspektasi. Kita ngira semua orang yang bikin nyaman harus tetap tinggal. Padahal nyaman belum tentu searah. Seringnya rasa kecewa yang kita rasain bukan karena ditinggal, tapi karena kita berharap terlalu jauh ke orang yang sebenarnya cuma numpang sebentar. Train Station Theory bukan ngajarin kita jadi dingin atau anti hubungan. Justru sebaliknya, ngajarin kita buat hadir sepenuhnya tanpa maksa hasil akhirnya.

Gimana biar Bapak Gak Kehilangan Diri Sendiri di Tengah Target

Waktu kecil, cara kita ngerespon kehilangan atau sebuah perpisahan dengan nangis. Waktu remaja, ngalamin perpisahan ada bumbu-bumbu dramanya sedikit, tapi pas dewasa, apalagi pas udah jadi bapak-bapak gini, perpisahan justru ditanggapi lebih sunyi. Nggak ada ribut, nggak ada debat, cuma pelan-pelan jarang chat, jarang ketemu, terus hilang. Di Train Station Theory ini bilang hal kayak gitu emang wajar. Hidup berubah, prioritas geser, dan tanggung jawab nambah.

Train Station Theory

Yang sering kita lupa, walopun orangnya pergi, pengaruhnya sering tetap tinggal. Ada teman yang ngajarin kita cara sabar, ada pasangan yang ngajarin kita arti batasan, dan ada rekan kerja yang bikin kita lebih kuat, walopun akhirnya pisah jalan. Mereka mungkin udah turun, tapi bekas duduknya masih anget. Asalkan kita gak ngegenggam orang terlalu keras. Bukan berarti nggak peduli ya ini, tapi karena genggaman yang terlalu kuat sering berubah jadi luka, buat kita, dan buat mereka. Kalau memang waktunya bareng, nikmati. Kalau memang waktunya berpisah, lepasin dengan hormat. Karena maksa orang tetap di gerbong yang salah, cuma bikin perjalanan makin gak nyaman.

Tenang, Pak. Train Station Theory ini bukan cuma ngebuka mata kita soal perasaan ditinggal atau berpisah doang. Ada juga orang-orang yang naik, dan ternyata duduk sampai jauh, kayak istri yang tetap di samping meski kereta sering goyang, anak-anak yang bikin kita rela turun-naik demi mereka, dan beberapa teman yang tetap ada meski jarang ketemu. Mereka ini bukan penumpang biasa, mereka udah kayak kru inti perjalanan. Dan justru karena banyak yang datang dan pergi, kita jadi lebih bisa menghargai yang memilih bertahan.

Fenomena Kidulting yang Bikin Orang Dewasa Suka sama Mainan Bocil, Kok Bisa?

Train Station Theory ngajarin kita buat berdamai, bahwa perpisahan bukan akhir,
tapi bagian dari perjalanan. Dan tugas kita bukan nahan semua orang tetap tinggal,
tapi mastiin kita tumbuh jadi versi yang lebih dewasa setiap kali ada yang turun. Karena kereta ini masih jalan, Pak. Dan stasiun berikutnya, siapa tahu bawa penumpang baru yang lebih searah.

Ditulis oleh:
Atun Gorgom
Bacaan 3 menit
Dilihat :
18

Bagikan Artikel Ini

Artikel Terkait