
Bayangin pak, negara yang penuh dengan budaya lembur ekstrem, dimana banyak kasus kematian karena kerja sekarang berubah. Menurut survei dari Mynavi Career Research Lab di bulan November 2024, sebanyak 44,5 % dari 3.000 pekerja Jepang ngaku melakukan quiet quitting.
Quiet Quitting Itu Apaan?
Kalau biasanya pan kita mikir kerja sama dengan lembur ditambah extra tugas, quiet quitting ini kebalikannya. Artinya, mereka bakal tetap ngelakuin tugas sesuai kontrak, tapi gak mau diminta kerja lebih tanpa kompensasi. Bukan nolak kerja, tapi menetapkan batas. Ini kebukti dari 57,4 % responden ngerasa mendapat hal positif dari pola ini kayak, 23% lebih punya waktu untuk diri sendiri, 13,3% kerja cukup sesuai gaji, dan 70,4% berencana melanjutkan gaya kerja ini dalam jangka panjang. Fenomena quiet quitting ini kebentuk karena budaya overwork yang melelahkan, kurangnya apresiasi di tempat kerja, keinginan punya work-life balance, dan putus asa mendaki karier yang gak berbuah.
Dampak Quiet Quitting di Bisnis dan Ekonomi Jepang
Karena fenomena quiet quitting ini juga kebilang baru di Jepang, tentu ada beberapa dampak yang terjadi khususnya di bidang bisnis sama ekonomi Jepang.
Penurunan Inovasi & Produktivitas
Perusahaan jadi kehilangan ide segar dari karyawan yang gak lagi termotivasi. Padahal kita tau sendiri Jepang ini pan inovasinya udah kayak 100 tahun lebih maju dari negara-negara laen. Makanya kalau inovasi sampe turun, berpengaruh juga ke bisnis dan ekonomi di sana.
Biaya Turnover Tersembunyi
Walaupun karyawan gak benar-benar keluar, kinerja tim jadi menurun dan beban kerja berpindah ke rekan lain. Ini bikin perusahaan keliatan punya banyak masalah dari mulai ketidakpuasan karyawan, masalah manajemen, atau kurangnya pengembangan karir di perusahaan tersebut.
Ancaman bagi Ekonomi Jepang
Jepang udah menghadapi masalah penuaan populasi dan kekurangan tenaga kerja. Kalau generasi muda gak produktif, pertumbuhan ekonominya juga jadi bisa terhambat.
Situs Lowongan Kerja Jepang buat Warga yang Mau Cari Peluang di Negara Sakura
Apa yang Bisa Dipelajari dari Fenomena Ini?
Tekan Kebutuhan Over-Comitment
Kalau dulu bapak sering ambil lembur karena gengsi, sekarang coba tanya ke diri sendiri, worth it gak sama apa yang bapak dapet dan bapak jalanin. Kalau ternyata dengan lembur bapak jadi ngerasa waktu sama keluarga jadi kurang, bisa jadi pertimbangan.
Jaga Energy & Kesehatan
Jepang udah kurangi karōshi nomor 1 dunia, ini sinyal penting untuk kita. Jangan sampai kerja bikin lupa napas, istirahat, apalagi sama keluarga di rumah. Pentingnya work-life balance yang bikin bapak jadi bener-bener hidup, bukan cuma karena ikutan tren yang ada.
Komunikasi Kontrak Kerja
Kalau ternyata di kontrak kerja bapak dengan perusahaan emang ngeharusin lembur atau waktu-waktu lainnya yang ngebutuhin bapak di luar jam kerja, bapak bisa komunikasiin juga ke orang-orang rumah biar gak jadi masalah baru lagi. Istri juga pasti ngerti kalau bapak terbuka sama mereka.
6 Kunci yang Jadi Pegangan Orang Jepang biar Kagak Males-Malesan
Fenomena quiet quitting di Jepang adalah alarm kuat bahwa budaya kerja keras tanpa batas itu gak baik. Belajar pasang batas itu sah-sah saja, semua orang pantas dapat work-life balance.